Rabu, 22 April 2009

klasic rock

In the beginning …

Saya yakin jika anda seorang penggemar classic rock, maka begitu membaca judul bagian ini anda akan tersenyum dan mengasosiasikannya dengan judul sebuah album. Hayo, album siapa? Betul! Ini adalah judul dari salah satu album Genesis. Tapi, saya tidak membahas tentang album tersebut pada bagian ini. Mungkin di bagian lain (jika ada waktu?). Pada bagian ini saya ingin menceritakan pengalaman saya berkenalan dengan classic rock. Tapi sebelumnya definisi dahulu …

Saya tidak dapat memberikan definisi yang tepat tentang jenis musik yang disebut classic rock, tapi inti utamanya adalah ada dua jenis musik di sana yaitu klasik dan rock. Musik dari classick rock memang keras karena rock namun melodinya memiliki sentuhan klasik (bahkan kadang-kadang memang menggunakan symphony sungguhan). Itulah sebabnya lagu dari classic rock cenderung untuk kompleks dan tidak monoton (seperti halnya musik klasik). Para artis dan musisi di dunia classic rock biasanya memang memiliki latar belakang klasik yang kental. Era tertinggi dari classic rock ini memang tidak lama, yaitu sekitar tahun 1970-an. (Jika anda dapat memberikan definisi yang lebih baik tentang classic rock atau sekedar ingin mengungkapkan pendapat silahkan kirim email ke saya.)

Seorang pembaca, Retnodi, mengirimkan informasi bahwa definisi dari “progressive rock” dapat menggunakan definisi dari Matthew A Rink, "What Is Progressive Music" yang ada di situs http://www.prog.web.com. Daripada mendefinisikan kata “progressive”, Matthew lebih suka menjabarkan ciri-ciri progressive rock, yaitu

1. Longer songs

2. Time changes

3. More complex instrumentation / superior vocals

4. More complex conceptual ideas / hieghtened lyrical content

"Progressive rock was what happened in the early 70's when certain brilliant instrumentalists got fed up with playing three-and-a-half minute long songs about teenage love. Unfortunately, this led them to start playing ten-and-a-half minute long songs about nothing in particular."

- Geoff Nicholson, Big Noises: Rock Guitar in the 1990's

Dalam tulisan ini saya menyamakan classic rock, progressive rock, dan art rock. Ada seorang pembaca yang protes bahwa ketiganya tidak sama. Mungkin secara definisi benar juga bahwa mereka berbeda. Tapi saya akan tetap menggunakan istilah classic rock ini untuk ketiga hal tersebut. Jadi maksud dari tulisan ini adalah menyoroti jenis musik seperti kesemuanya itu. Judulnya nanti jadi kepanjangan jika saya tuliskan semuanya.
Psychedelic

Kalau dilihat dari sejarahnya, memang pada (pertengahan?) tahun 1960-an muncul musik yang beraliran “Psychedelic”. Aliran ini muncul di Inggris[1] dari kultur hippies yang senang bereksperimen dengan narkoba yang menghasilkan halusinasi, seperti LSD dan heroin. Ciri-ciri dari musik jenis ini adalah lagunya yang panjang-panjang dan tema musik yang melayang-layang, warna-warni (oranye, pink, merah). Hal ini terkait dengan narkoba yang mereka gunakan[2]. Artis atau band yang termasuk jenis ini adalah Pink Floyd, Soft Machine. Beberapa group musik yang terkenal kala itu, seperti the Beatles, juga memasukkan unsur psychedelic dalam albumnya, seperti dalam album “Sgt. Pepers’s Lonely Hearts Club Band”. Di Amerika Serikat, hal yang sama juga terjadi. Adanya generasi flower power, peace, Mr. Groovy(?), sharring (house, dope, dan lain-lain). Musisi yang terkenal dari Amerika pada gelombang ini adalah Grateful Dead (Jerry Garcia dan kawan-kawan), Jefferson Airplane[3]. Jika anda memiliki daftar musisi yang lebih lengkap untuk perioda ini, kirimkan ke saya.

Dari psychedelic rock, muncul gabungan musik klasik dengan rock yang kemudian disebuh progressive rock, art rock, classic rock Jika disebutkan classic, apakah ada unsur musik klasiknya? Jawabannya ada.

Selain itu, memang musik-musik rock juga mulai dibawakan secara kolosal oleh London Symphony Orchestra. Gambar di samping ini menunjukkan salah satu cover album “Classic Rock” dari London Symphony Orchestra tersebut. Contoh lagu yang dibawakan antara lain: “Stairway To Heaven,” “Ruby Tuesday,” “Another Brick In The Wall,” dan masih banyak lainnya.

Nah, sekarang kembali ke “pada mulanya …”, yaitu perkenalan saya dengan classic rock.
Pada mulanya …

Sebagai seorang yang dilahirkan di tahun 1962, saya besar di tahun 70-an dan 80-an. Kebetulan saya besar di Bandung dan dikelilingi oleh saudara-saudara (oom) yang saat itu menjadi mahasiswa (ITB dan UNPAD). Saudara-saudara inilah yang memperkenalkan classic rock secara tidak langsung, yaitu dengan memutar lagu-lagu mereka. Tentunya sebagai seorang siswa SMP, saya tidak begitu saja menyukai lagu-lagu yang aneh-aneh, dengan nama band yang aneh-aneh mulai dari Genesis, Yes, Pink Floyd, Kansas, sampai ke Gong, Ravi Shankar, dan masih banyak nama-nama lainnya. Tentunya selain band-band tersebut ada juga group musik yang lagunya lebih mudah dicerna seperti Beatles, Chicago, Electric Light Orchestra atau ELO (yang ini benar-benar classic rock), Led Zeppelin, Rolling Stones, Queen, Scorpion, Styx, Toto, Uriah Heep, dan seterusnya[4]. Suka karena biasa, demikian kata sebuah pepatah. Lama kelamaan, saya menjadi suka dengan group-group band tersebut. Bahkan, akhirnya classic rock melekat dalam diri saya sampai hafal lirik dan melodi (yang kadang-kadang kompleks).

Jaman tahun segitu, CD belum muncul. Piringan hitam (records) di Indonesia tidak populer dan mahal. Satu-satunya media yang umum digunakan adalah kaset. Industri rekaman kaset musik Barat pada waktu itu lebih banyak didominasi oleh kaset bajakan, karena masih belum tahu masalah intellectural property, royality, dan sebagainya. Brand kaset yang paling banyak memproduksi jenis musik rock adalah “YESS” yang berpusat di Bandung. (Kemana ya usaha kaset ini, atau orang-orang yang dulu berada di usaha ini?) Saya yakin anda mengenal logo kaset yang diproduksi oleh YESS ini. Biasanya warna dari cover kaset tersebut biru degradasi atau hijau degradasi.

Selain YESS ada juga label Monalisa dan Apple. Tentunya label “apple” ini bukan label Apple yang milik The Beatles. Ini label buatan Indonesia sendiri.

Gambar di samping menunjukkan contoh cover kaset rekaman Monalisa. Kebetulan gambar tersebut merupakan hasil scan koleksi kaset yang saya miliki, yaitu album Pink Floyd yang berjudul “A Nice Pair”. Kalau diperhatikan lebih teliti lagi, gambar dari cover kaset tersebut sudah menguning dan ada bagian yang cacat (di bagian bawah) karena dia terbuat dari “afdrukan” foto biasa yang ditempelkan pada kertas karton. Gambar tersebut agak lengket ke cover kaset yang terbuat dari plastik. Masih untung saya bisa memisahkan cover kaset tersebut dengan wadah plastiknya. Kalau tidak, lihat contoh di bawah. Kualitas rekaman Monalisa biasanya masih agak kalah dibandingkan kualitas rekaman Yess. Pilihan kasetnya juga kalah banyak.Tapi, lumayanlah.

Gambar di samping menunjukkan contoh cover kaset rekaman Apple. Kebetulan gambar ini hasil scan album Kiss yang saya miliki. (Ya, selain menyukai classic rock, saya juga penggemar hard rock pada masa itu. Weird taste! Jadi di koleksi kaset saya ada banyak kaset dari Kiss.) Perhatikan bagian tengah yang sudah tidak ada gambarnya karena fotonya sudah rusak sehingga lengket ke plastik cover dari kaset ini. Berbeda dengan contoh cover Monalisa di atas yang masih berhasil saya angkat. Maklum kaset ini sudah berusia lebih dari 20 tahun!

Kesemua rekaman di atas (Yes, Monalisa, dan Apple) tentunya membajak rekaman. Waktu itu yang namanya intellectual property (HaKI) belum terkenal di Indonesia. Mungkin pangsa pasar di Indonesia waktu itu sangat kecil sehingga masih bisa diabaikan oleh produser di luar negeri.

Pada masa itu, ketika SMP, saya sempat menjadi freelancer untuk majalah “Top Chords”. Tugas saya adalah melaporkan tangga lagu barat di radio-radio di Bandung dan sekitarnya. Karena “pekerjaan” ini saya jadi ikut memperhatikan tangga lagu di tempat lain seperti misalnya America Top 40, Billboard dan seterusnya. Jadinya terekspos kepada musik pop juga.

Tidak hanya pemusik Barat saja, pemusik Indonesia pun memiliki kebolehan dalam membuat karya-karya klasik mereka. Beberapa album yang saya sukai antara album dari kelompok WOW, Gang Pegangsaan (Keenan Nasution dan kawan-kawan). Selain itu ada juga band yang memainkan lagu-lagu Genesis, seperti misalnya band Cockpit. Ketika menjadi mahasiswa di ITB, saya sempat ngebelain pergi ke Jakarta untuk nonton band Cockpit ini.

Bagi saya, yang menarik dari classic rock adalah aransemen musiknya yang tidak monoton dan liriknya yang sangat mendalam. Lagu jenis ini bisa diulang-ulang bertahun-tahun tanpa bisa bosan. Tentu saja ini pendapat yang sangat subyektif. Nampaknya (lebih?) banyak orang yang kurang dapat mengapresiasi lagu-lagu classic rock yang memiliki aransemen panjang (8 menit atau lebih!). Lagu “Cinema Show” dari Genesis, misalnya panjangnya 12 menit 40 detik. Namun tidak jemu untuk didengarkan. Umumnya aransemennya didominasi dengan aransemen keyboard dan gitar yang saling mendukung satu sama lainnya. Instrumen musiknya pun juga masih banyak yang menggunakan synthesizer / keyboard analog (Moog, Prophet, Hammond). Wah… barang langka. Dinosaurus.

Lirik lagu-lagu classic rock biasanya memiliki cerita yang mendalam. Kadang-kadang ceritanya sentimentil (melankolis), puitis, atau memiliki kritik sosial yang mendalam. (Tapi jenis musik lain pun juga memiliki lirik yang bagus, protes seorang pembaca. Betul juga sih.) Nanti akan kita bahas satu persatu secara detail.

Selain classic rock, sebetulnya saya juga menggemari musik-musik jenis lain. Tapi mungkin selera saya agak aneh karena saya pun menyukai hard rock semacam yang disajikan oleh group band Kiss. Bahkan waktu sekolah di Canada, saya menyempatkan diri nonton show Kiss. Mungkin tidak semua orang bisa mengapresiasi group hinggar binggar seperti ini. Juga saya menyukai musik jenis jazz yang memiliki nuansa rock (fussion?) seperti Bob James, Lee Ritenour, Casiopea, Sypro Gyra, dan sejenisnya. Yah sudahlah. Aneh sedikit tidak mengapa kan?

Sampai sekarang saya masih memiliki banyak koleksi kaset dari jaman kecil dahulu. Sayangnya, banyak kaset yang sudah bulukan, berjamur, atau suaranya sudah “mendhem” karena terlalu banyak diputar. Di jaman sekarang yang serba digital, seharusnya lebih mudah untuk menyimpan koleksi tersebut dalam bentuk CD (audio) maupun MP3. Sayangnya, sangat sulit menemukan sumber album yang memiliki kondisi prima. Toko musik pun tidak ada yang punya lagi. Bagaimana kalau kita buat suatu inisiatif untuk menemukan kembali lagu-lagu lama dan mengkonversikannya dalam format digital? Ada yang tertarik? Demikian pula saya tertarik untuk mengkoleksi gambar cover dari musik-musik ini.

Group musik baru yang memiliki aliran classic rock pun sebentulnya ada. Namun mereka sangat sulit ditemukan karena kebanyakan group rock sekarang “terlalu keras” musiknya. Atau, kalau ada, terkenal, kemudian bubar. Atau, musisinya berganti sehingga berganti selera. Terakhir saya suka dengan group Marillion. Namun ketika sang vokalis, Fish, keluar saya menjadi tidak tertarik lagi karena lagunya menjadi hambar. (Meski pada akhirnya ada beberapa lagu yang dibawakan oleh Hogarth, vokalis penggantinya, yang ok juga.) Demikian pula dengan band Dream Theater. Jika lagunya tidak sedang lembut, musiknya terlalu keras.

Apakah ada group baru (yang masih aktif) yang memiliki aliran classic rock? Ada, tapi kaset atau Cdnya sulit diperoleh di Indonesia. Sebagai contoh, ada group The Flower Kings (TFK)[5] dan Citizen Cain yang terus mengusung obor classic rock ini. Saya sendiri baru memiliki dua CD The Flower Kings dan satu CD Citizen Cain. Selain itu saya juga baru berhasil mendownload beberapa lagu mereka dari Internet.

Satu hal yang membuat orang senang tinggal di Indonesia adalah adanya CD bajakan. (Soal baik atau buruknya bajakan bukan menjadi bahasan dari tulisan ini. Jadi tidak saya bahas. Itu harus menjadi satu buku tersendiri.) Tidak terlalu banyak CD bajakan untuk jenis musik yang agak “aneh” di masa ini karena kebanyakan penggemar musik ini tidak segan-segan mengeluarkan uang untuk membeli CD asli. Namun VCD dan DVD sangat membantu bagi para penggemar karena jarang sekali ditemukan VCD atau DVD classic rock yang asli. Saat ini mulai banyak beredar VCD / DVD musik classic / progressive rock seperti antara lain: Peter Gabriel, Genesis, Pink Floyd (bahkan ada beberapa DVD Pink Floyd ini), Rush (VCD lama yang nampaknya diambil dari video, termasuk VCD pelajaran drum dari Neal Peart), dan masih banyak lainnya.

VCD dan DVD ini sangat membantu dalam memberikan informasi yang lebih mendalam mengenai sebuah lagu atau latar belakang terbentuknya band. Dalam DVD live show biasanya sering ditambahkan wawancara atau footage mengenai lagu-lagu yang mereka bawakan. Informasi ini kemudian saya bisa tambahkan dalam buku ini.

Selain DVD live show dari berbagai band, saat buku ini ditulis muncul film “School Rock” yang lucu. Film ini menceritakan seorang musisi yang kemudian terpaksa menjadi guru pengganti di sebuah sekolah anak-anak. Kemudian dia menemukan bahwa anak-anak tersebut memiliki bakat musik namun tidak mengerti musik rock. Maka dia ajarkan musik rock; ada “rock history”, “rock appreciation and theory”. Apakah memang ada topik itu? Atau ini hanya ngarang-ngarang saja? Tapi mungkin ada benarnya juga. Buku ini juga bisa menjadi bahan dari pelajaran “rock history”.

[1] Apakah ini penyebab artis untuk aliran jenis ini lebih banyak dari Inggris? Kelihatannya band-band bagus lebih banyak muncul di Inggris. Apakah memang classic rock ini didominasi group Eropa? Entahlah.

[2] Ini hanya sekedar sejarah. Bukan berarti anda harus menggunakan narkoba untuk mengapresiasi jenis musik ini. Memang banyak musisi pada masa itu yang terjerumus ke narkoba. Saya pernah tanyakan kepada seorang kawan yang menggunakan narkoba, mengapa dia menggunakannya. Katanya supaya bisa lebih mengapresiasi dan lebih sensitif terhadap melodi. Saya nggak sepakat. I don’t buy it. Perlu diingat kala itu konteks situasi terkait dengan kegusaran anak muda terhadap pemerintah Amerika yang memutuskan untuk ikut perang di Vietnam.

[3] Sumber informasi: tulisan Tom Malik tom_malik@hotpop.com, Sangkakala, yang dipublikasikan di berbagai milis seperti milis dan

[4] Masih banyak nama band lain. Saya ingin sekali menuliskan semuanya, tapi nantinya buku ini hanya menjadi koleksi nama saja, a soup of alphabet. Bagaimana? Tuliskan semuanya? Siapa tahu nama-nama tersebut mengembalikan kembali kenangan lama (yang mudah-mudahan indah).

[5] www.theflowerkings.com atau www.flower-power.com


Camel

Web site: http://www.camelproductions.com/

Discography: Camel (1973), Mirage (1974), The Snow Goose (1975), Moonmadness (1976), Rain Dances (1977), Breathless (1978), A Live Record (1978), I Can See Your House from Here (1979), Nude (1981), The Single Factor (1982), Pressure Points - Live in Concert (1984), Stationary Traveller (1984), Dust and Dreams (1991), Never Let Go (1993), Harbour of Tears (1996), Rajaz (1999), Coming of Age (live) (1999), A Nod And A Wink (2002).

Sumber info: http://www.nationmaster.com/encyclopedia/Camel-(band), Camel Discography http://www.kneeling.co.uk/pages/camel/ (banyak gambar-gambarnya)

Band ini tidak begitu terkenal secara komersial di Indonesia akan tetapi banyak diterbitkan kasetnya oleh label Yess. Saya menjadi penggemar mereka sejak dari awal dan mengkoleksi kaset mereka secara rutin. Tapi band ini tidak pernah menjadi bahan pembicaraan dengan rekan-rekan. Ini menjadi sebuah well kept secret! Musik mereka kebanyakan adalah instrumental, tidak keras (dalam artian hard rock cadas), melodious (entah apa istilah yang tepatnya, ini istilah karangan saya sendiri yang maksudnya memiliki melodi yang enak). Paling enak kalau mendengarkan musik mereka pada malam hari yang sunyi. Alunan gitar, keyboard, flute atau saxophone, sungguh luar biasa.

Secara pribadi, yang paling saya suka dari Camel adalah melodi gitarnya yang kemudian disaingi dengan synthesizer atau piano. Contohnya adalah di lagu Camelogue, Echoes.

Seperti dilihat dalam daftar discography, mereka menghasilkan cukup banyak album. Raindances merupakan album kesukaan saya dari koleksi album-album mereka. Di Internet, koleksi lagu MP3 dari Camel muncul dalam bentuk full album, bukan per lagu. Jadi ukurannya cukup besar-besar. Aneh juga full album? Mungkin karena untuk menikmati lagu dari Camel harus habis satu album dan tidak bisa dipotong-potong per lagu? Saya sendiri biasanya memainkan satu-satu lagu, tidak secara keseluruhan. Ada beberapa album mereka yang bisa didownload dari Internet. (Ini nampaknya bukan download resmi.)

Sejarhanya, Camel merupakan band Inggris yang dibentuk pada tahun 1971 dengan komposisi empat orang, Andy Latimer (guitar, vocals, flute, recorder), Andy Ward (drums), Peter Bardens (keyboards), Doug Ferguson (bass). Sebelumnya, masing-masing personel memiliki sejarah sendiri-sendiri.

Secara resmi Camel dibentuk ketika Peter Bardens bergabung ke band yang bernama The Brew yang anggotanya adalah ketiga orang lain tersebut. Nama band mereka kemudian diganti menjadi Camel. Di tahun 1976, Mel Collins (sax) bergabung menjadikan mereka berlima. Musik mereka yang ditandai dengan album Moonmadness berubah dengan adanya suara sax dan keluarnya Doug Ferguson di tahun 1977.

Cerita lainnya cukup panjang. Namun pada tahun 2003 mereka melakukan farewell tour dan setelah itu nampaknya tidak ada lagi Camel yang baru. Sangat disayangkan. Tour ini akan didokumentasikan di DVD. Saya berharap bisa mendapatkannya.
Saran Lagu

Lagu-lagu yang disarankan untuk didengarkan jika ingin memulai Camel adalah:

· Camelogue

· Air Borne

· Echoes

1 komentar:

  1. camel merupakan salah satu grup progrock yg saya sukai, musiknya bagus walaupun kurang populer di indonesia, namun bagi para proglovers nama camel saya rasa tidaklah asing. Saya kenal grup ini dr kaset yess.

    BalasHapus